JAKARTA - Melalui rekaman video yang ditayangkan oleh Komnas Perlindungan anak, mendung tampak menggelayut di atas desa Padang Sidempuan, Sumatera Utara. Sepertinya mendung itu menggambarkan suasana hati seorang gadis remaja 14 tahun, sebut saja namanya RWH.
ilustrasi
Dengan aksen Tapanuli yang cukup kental, gadis ABG alias baru gede itu mengisahkan pengalaman pedih yang belum lama ini menimpanya. RWH baru saja menjadi korban pemerkosaan bergilir oleh tujuh aparat Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Padang Sidempuan.
Seolah malu, saat menceritakan pengalaman traumatisnya itu RWH tampak tak mau menatap kamera. Sesekali RWH menghapus peluh yang mengalir di dahinya. Air matanya pun tampak mengalir di pipi yang kecoklatan.
Kisah tragis itu terjadi tanggal 25 Februari 2009. Sekitar pukul 19.30, di tempat kerjanya pada sebuah resto di daerah Wisata Padang Sidempuan, gadis berwajah bulat ini dijemput oleh pamannya, TY (52), dan seorang pria yang tidak ia kenal, bernisial AN (28).
Kepada RWH, TY mengaku diperintahkan ibunya untuk mengajaknya berobat ke Natal Madina. Tanpa curiga, RWH pun menuruti ajakan pamannya itu. Dengan mengendarai sepeda motor TY, RWH, dan AN pergi menuju tempat yang di maksud.
Belum sampai ke tempat tujuan, TY memberhentikan motornya di jalan Imam Bonjol Padang Sidempuan. Dengan alasan telah larut malam sekitar pukul 21.00 akhirnya mereka bertiga menginap di sebuah hotel. Tak lama setelah memesan kamar, sang paman pun pamit pulang. Ia tinggalkan RWH hanya berduaan dengan AN.
Ternyata kemudian, sebelum meninggalkan hotel TY sudah menerima uang Rp 300.000 dari AN. RWH yang tak tahu "jual beli" itu, akhirnya dipaksa untuk memenuhi hasrat AN. Ia juga diancam akan dibunuh jika tidak menolak.
Lalu, sekitar pukul 23.00 Satpol PP Kota Padang Sidempuan melakukan Operasi Yustisi dan menemukan mereka berdua di dalam kamar, akhirnya RWH dan AN di bawa ke kantor Satpol PP Kota Padang Sidempuan. Namun, AN berhasil lolos dengan alasan akan mencari penjamin dengan menyerahkan kunci motor miliknya sebagai jaminan.
Semula, RWH mengira akan terlepas dari bahaya AN, tetapi ternyata ibarat lolos dari mulut buata diterjang singa. Saat RWH ingin ke toilet, salah seorang petugas Satpol PP mengantarkannya. Ketika ia keluar dari toilet, si petugas justru memaksanya untuk dilayani sambil berdiri di toilet.
RWH berusaha menolak, tapi ia tidak dapat berbuat apa-apa, karena oknum tersebut mengancam akan mengeluarkannya jika menolak permintaannya. Setelah terpuasi hasratnya, si Oknum pun membawa RWH kembali ke ruang kerja AD yang menjabat Kepala Seksi Operasional Satpol PP Kota Padang Sidempuan.
Di sini, lagi-lagi RWH mengalami kekerasan seksual. AD melakukannya di atas sofa merah yang ada diruang kerjanya. RWH pun merintih dan menahan sakit.
Derita masih terus berlanjut. Dari ruangan AD, RWH kemudian dibawa ke lantai dua. Di sebuah ruangan ternyata telah menunggu lima petugas Satpol PP lainnya. RWH pun kembali dipaksa melayani mereka secara bergantian.
Penderitaan RWH masih terus berlanjut di malam naas itu, Setelah anak buahnya dengan biadab menyetubuhi RWH yang sudah merintih-rintih kesakitan, AD kembali masuk ruangan dan untuk kedua kalinya memaksa dilayani.
Derita baru berakhir pada pagi harinya. Dengan mobil pribadi AD, RWH diantar pulang ke desanya di Napa, Tapanuli Selatan. Setibanya di rumah, para pelaku telah menyiapkan surat penyerahan anak kepada kedua orang tua korban. Namum RWH tidak menceritakan kejadian yang telah menimpanyapa pada orang tuanya. Ia justru menceritakan kejadian tersebut pada sang majikan tempat ia bekerja.
Mendengar cerita RWH, sang majikan naik pitam dan mendatangi kantor Satpo PP Padang Sidempuan untuk melakukan klarifikasi dan pertanggungjawaban. Saat ini, kasus yang menimpa RWH sedang ditangani oleh Komnas PA.
Namun sayang, usaha Komnas PA terganjal berbagai hal. Pihak Pemda Padang Sidempuan menutupi kasus tersebut. Semua pelaku sampai saat ini belum tersentuh oleh hukum. Bahkan beberapa pihak telah memaksa orang tua RWH agar mengaku anaknya dalam keadaan depresi. Tujuannya, agar semua pengakuannya tidak dapat dipertanggungjawabkan.
Saat ini RWH ditampung di rumah Kepala Unit Pelayanan dan Perempuan dan Anak (PPA). Kondisi korban dalam keadaan trauma dan terus meminta pertolongan. Karena usaha Komnas PA tidak mendapat perhatian dari Pemda dan Kepolisian Resor Kota Padang Sidempuan, Komnas anak akhirnya mengirimkan laporan kepada Kepala Polri.
Satu hal yang diharapkan, agar polisi serius menangani perbuatan biadab oknum-oknum aparat yang mestinya melindungi warga itu.
ilustrasi
Dengan aksen Tapanuli yang cukup kental, gadis ABG alias baru gede itu mengisahkan pengalaman pedih yang belum lama ini menimpanya. RWH baru saja menjadi korban pemerkosaan bergilir oleh tujuh aparat Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Padang Sidempuan.
Seolah malu, saat menceritakan pengalaman traumatisnya itu RWH tampak tak mau menatap kamera. Sesekali RWH menghapus peluh yang mengalir di dahinya. Air matanya pun tampak mengalir di pipi yang kecoklatan.
Kisah tragis itu terjadi tanggal 25 Februari 2009. Sekitar pukul 19.30, di tempat kerjanya pada sebuah resto di daerah Wisata Padang Sidempuan, gadis berwajah bulat ini dijemput oleh pamannya, TY (52), dan seorang pria yang tidak ia kenal, bernisial AN (28).
Kepada RWH, TY mengaku diperintahkan ibunya untuk mengajaknya berobat ke Natal Madina. Tanpa curiga, RWH pun menuruti ajakan pamannya itu. Dengan mengendarai sepeda motor TY, RWH, dan AN pergi menuju tempat yang di maksud.
Belum sampai ke tempat tujuan, TY memberhentikan motornya di jalan Imam Bonjol Padang Sidempuan. Dengan alasan telah larut malam sekitar pukul 21.00 akhirnya mereka bertiga menginap di sebuah hotel. Tak lama setelah memesan kamar, sang paman pun pamit pulang. Ia tinggalkan RWH hanya berduaan dengan AN.
Ternyata kemudian, sebelum meninggalkan hotel TY sudah menerima uang Rp 300.000 dari AN. RWH yang tak tahu "jual beli" itu, akhirnya dipaksa untuk memenuhi hasrat AN. Ia juga diancam akan dibunuh jika tidak menolak.
Lalu, sekitar pukul 23.00 Satpol PP Kota Padang Sidempuan melakukan Operasi Yustisi dan menemukan mereka berdua di dalam kamar, akhirnya RWH dan AN di bawa ke kantor Satpol PP Kota Padang Sidempuan. Namun, AN berhasil lolos dengan alasan akan mencari penjamin dengan menyerahkan kunci motor miliknya sebagai jaminan.
Semula, RWH mengira akan terlepas dari bahaya AN, tetapi ternyata ibarat lolos dari mulut buata diterjang singa. Saat RWH ingin ke toilet, salah seorang petugas Satpol PP mengantarkannya. Ketika ia keluar dari toilet, si petugas justru memaksanya untuk dilayani sambil berdiri di toilet.
RWH berusaha menolak, tapi ia tidak dapat berbuat apa-apa, karena oknum tersebut mengancam akan mengeluarkannya jika menolak permintaannya. Setelah terpuasi hasratnya, si Oknum pun membawa RWH kembali ke ruang kerja AD yang menjabat Kepala Seksi Operasional Satpol PP Kota Padang Sidempuan.
Di sini, lagi-lagi RWH mengalami kekerasan seksual. AD melakukannya di atas sofa merah yang ada diruang kerjanya. RWH pun merintih dan menahan sakit.
Derita masih terus berlanjut. Dari ruangan AD, RWH kemudian dibawa ke lantai dua. Di sebuah ruangan ternyata telah menunggu lima petugas Satpol PP lainnya. RWH pun kembali dipaksa melayani mereka secara bergantian.
Penderitaan RWH masih terus berlanjut di malam naas itu, Setelah anak buahnya dengan biadab menyetubuhi RWH yang sudah merintih-rintih kesakitan, AD kembali masuk ruangan dan untuk kedua kalinya memaksa dilayani.
Derita baru berakhir pada pagi harinya. Dengan mobil pribadi AD, RWH diantar pulang ke desanya di Napa, Tapanuli Selatan. Setibanya di rumah, para pelaku telah menyiapkan surat penyerahan anak kepada kedua orang tua korban. Namum RWH tidak menceritakan kejadian yang telah menimpanyapa pada orang tuanya. Ia justru menceritakan kejadian tersebut pada sang majikan tempat ia bekerja.
Mendengar cerita RWH, sang majikan naik pitam dan mendatangi kantor Satpo PP Padang Sidempuan untuk melakukan klarifikasi dan pertanggungjawaban. Saat ini, kasus yang menimpa RWH sedang ditangani oleh Komnas PA.
Namun sayang, usaha Komnas PA terganjal berbagai hal. Pihak Pemda Padang Sidempuan menutupi kasus tersebut. Semua pelaku sampai saat ini belum tersentuh oleh hukum. Bahkan beberapa pihak telah memaksa orang tua RWH agar mengaku anaknya dalam keadaan depresi. Tujuannya, agar semua pengakuannya tidak dapat dipertanggungjawabkan.
Saat ini RWH ditampung di rumah Kepala Unit Pelayanan dan Perempuan dan Anak (PPA). Kondisi korban dalam keadaan trauma dan terus meminta pertolongan. Karena usaha Komnas PA tidak mendapat perhatian dari Pemda dan Kepolisian Resor Kota Padang Sidempuan, Komnas anak akhirnya mengirimkan laporan kepada Kepala Polri.
Satu hal yang diharapkan, agar polisi serius menangani perbuatan biadab oknum-oknum aparat yang mestinya melindungi warga itu.
This comment has been removed by the author.
ReplyDelete