JAKARTA, KOMPAS.com — Partai Gerindra melalui fraksinya di DPR meminta kepada pemerintah untuk menghentikan politik bersolek. Dalam pernyataan sikap resmi secara tertulis Ketua Fraksi Gerindra Widjono Hardjanto saat menggelar jumpa pers di DPR, Senin (1/2/2010), dikatakan, lima tahun ditambah 100 hari pemerintahan SBY lebih dominan dengan potret pemerintahan yang jago menangkal dan memoles masalah.
"Selama 100 hari pemerintahan SBY jilid II, lebih banyak dihabiskan pemerintahan SBY berkonsentrasi memadamkan api dari bara Bank Century, kasus cicak versus buaya dan lainnya daripada bekerja memakmurkan rakyat," tegasnya.
Praktis, pemerintahan SBY dan lingkaran elitenya masih memakai jargon politik basi 5 tahun yang lalu, bersolek menjaga pencitraan tanpa peduli rasa dan penilaian rakyat yang lalu. Sementara rakyat sudah muak menghitung hari dan mengais-ngais kehidupan, yang tak kunjung berubah. Karena itu, tidaklah heran jika rakyat turun ke jalan meneriakkan kemuakannya atas capaian 5 tahun dan 100 hari pemerintahan SBY," tandasnya lagi.
Anggota Fraksi Gerindra, Fary Dj Francis, yang juga salah seorang anggota Komisi V DPR, menambahkan, tidak hanya rakyat yang sudah muak dengan pemerintah, tetapi hampir semua kekuatan rakyat menyatakan prihatin melalui berbagai ekstra-parlementer. Bagi Fraksi Gerindra, katanya lagi, kinerja pemerintah selama 5 tahun dan 100 hari makin menjelaskan watak asli dan perilaku rezim neoliberal.
"Semakin jelas dalamnya krisis kepercayaan kepada pemerintahan SBY. Krisis kepercayaan ini yang membuat pemerintah SBY semakin panik sehingga mengeluarkan pernyataan bodoh yang menipu rakyat bahwa 90 persen program 100 hari telah berjalan sukses," ungkap Fary.
Fraksi Partai Gerindra juga menilai, tidak ada program pemerintah yang mendorong perubahan secara signifikan. Pemerintah dianggap tidak solid dan terlalu banyak dirundung konflik yang kemudian menjadi tontonan dan sinisme publik.
"Kalau tetap tidak mau mendengar suara rakyat, jangan salahkan rakyat atau mencari kambing hitam kalau nanti rakyat mencari jalannya sendiri, pengadilan rakyat," ujar Sadar Subagio, anggota Fraksi Gerindra.
"Selama 100 hari pemerintahan SBY jilid II, lebih banyak dihabiskan pemerintahan SBY berkonsentrasi memadamkan api dari bara Bank Century, kasus cicak versus buaya dan lainnya daripada bekerja memakmurkan rakyat," tegasnya.
Praktis, pemerintahan SBY dan lingkaran elitenya masih memakai jargon politik basi 5 tahun yang lalu, bersolek menjaga pencitraan tanpa peduli rasa dan penilaian rakyat yang lalu. Sementara rakyat sudah muak menghitung hari dan mengais-ngais kehidupan, yang tak kunjung berubah. Karena itu, tidaklah heran jika rakyat turun ke jalan meneriakkan kemuakannya atas capaian 5 tahun dan 100 hari pemerintahan SBY," tandasnya lagi.
Anggota Fraksi Gerindra, Fary Dj Francis, yang juga salah seorang anggota Komisi V DPR, menambahkan, tidak hanya rakyat yang sudah muak dengan pemerintah, tetapi hampir semua kekuatan rakyat menyatakan prihatin melalui berbagai ekstra-parlementer. Bagi Fraksi Gerindra, katanya lagi, kinerja pemerintah selama 5 tahun dan 100 hari makin menjelaskan watak asli dan perilaku rezim neoliberal.
"Semakin jelas dalamnya krisis kepercayaan kepada pemerintahan SBY. Krisis kepercayaan ini yang membuat pemerintah SBY semakin panik sehingga mengeluarkan pernyataan bodoh yang menipu rakyat bahwa 90 persen program 100 hari telah berjalan sukses," ungkap Fary.
Fraksi Partai Gerindra juga menilai, tidak ada program pemerintah yang mendorong perubahan secara signifikan. Pemerintah dianggap tidak solid dan terlalu banyak dirundung konflik yang kemudian menjadi tontonan dan sinisme publik.
"Kalau tetap tidak mau mendengar suara rakyat, jangan salahkan rakyat atau mencari kambing hitam kalau nanti rakyat mencari jalannya sendiri, pengadilan rakyat," ujar Sadar Subagio, anggota Fraksi Gerindra.
No comments:
Post a Comment