BANDUNG - Universitas Khatolik Parahyangan (Unpar) berencana membuat software antiplagiat. Hal ini dilakukan agar kasus plagiarisme yang dilakukan Guru Besar Unpar Prof Anak Agung Banyu Perwita tidak terulang lagi.
Menurut Rektor Unpar Dr Cecillia Lauw, pembuatan software tersebut akan diserahkan kepada bagian teknik informatika (TI).
"Selama ini memang sudah ada software plagiarism check. Tapi hanya untuk program berbahasa Inggris. Nah, kita berencana membuat software antiplagiat dalam bahasa Indonesia, untuk menghindari kasus serupa terjadi lagi," kata Cecilia saat ditemui okezone di Kampus Unpar Jalan Ciumbuleuit, Bandung, Jawa Barat, Rabu (10/2/2010).
Cecilia mengatakan, software antiplagiat tersebut juga akan digunakan untuk mahasiswa Unpar. Sejauh ini, kata dia, berdasarkan pencariannya di internet, software antiplagiat dalam bahasa Inggris sudah cukup berhasil.
"Secara teknis, alat itu bekerja dengan mendeteksi istilah dan frase dalam karya yang ditulis oleh seseorang," kata Cecilia.
Lebih jauh Cecilia mengatakan, sebetulnya kasus plagiat di Indonesia banyak terjadi. Begitu mengetahui Banyu terlibat kasus plagiarisme, Cecilia langsung membuka internet dan mencari kasus-kasus yang sama di Indonesia.
"Di internet banyak sekali. Kasus Banyu ini tidak ada artinya dibandingkan dengan kasus plagiarisme lainnya yang jauh lebih berat. Namun karena Banyu orang terkenal, menyandang nama Anak Agung dan sering dipakai oleh sejumlah departemen, kasus ini langsung jadi besar," tandas Cecilia.
Kasus plagiarisme ini mencuat setelah artikel Prof Anak Agung Banyu Perwita diterbitkan di suratkabar The Jakarta Post yang dimuat pada 12 November 2009 berjudul "RI As a New Middle Power?". Tulisan tersebut ditengarai mirip dengan artikel ilmiah karya Carl Ungerer, berjudul "The Middle Power Concept in Australian Foreign Policy". Tulisan itu diterbitkan pada Australian Journal of Politics and History: Volume 53, Number 4, pada tahun 2007.
Pihak rektorat Universitas Katolik Parahyangan (Unpar) menyetujui surat pengunduran diri Prof Anak Agung Banyu Perwita yang diajukannya. Banyu mengajukan surat pengunduran diri itu pada Senin 8 Februari lalu, namun baru disetujui pada Selasa 9 Februari.
Menurut Rektor Unpar Dr Cecillia Lauw, pembuatan software tersebut akan diserahkan kepada bagian teknik informatika (TI).
"Selama ini memang sudah ada software plagiarism check. Tapi hanya untuk program berbahasa Inggris. Nah, kita berencana membuat software antiplagiat dalam bahasa Indonesia, untuk menghindari kasus serupa terjadi lagi," kata Cecilia saat ditemui okezone di Kampus Unpar Jalan Ciumbuleuit, Bandung, Jawa Barat, Rabu (10/2/2010).
Cecilia mengatakan, software antiplagiat tersebut juga akan digunakan untuk mahasiswa Unpar. Sejauh ini, kata dia, berdasarkan pencariannya di internet, software antiplagiat dalam bahasa Inggris sudah cukup berhasil.
"Secara teknis, alat itu bekerja dengan mendeteksi istilah dan frase dalam karya yang ditulis oleh seseorang," kata Cecilia.
Lebih jauh Cecilia mengatakan, sebetulnya kasus plagiat di Indonesia banyak terjadi. Begitu mengetahui Banyu terlibat kasus plagiarisme, Cecilia langsung membuka internet dan mencari kasus-kasus yang sama di Indonesia.
"Di internet banyak sekali. Kasus Banyu ini tidak ada artinya dibandingkan dengan kasus plagiarisme lainnya yang jauh lebih berat. Namun karena Banyu orang terkenal, menyandang nama Anak Agung dan sering dipakai oleh sejumlah departemen, kasus ini langsung jadi besar," tandas Cecilia.
Kasus plagiarisme ini mencuat setelah artikel Prof Anak Agung Banyu Perwita diterbitkan di suratkabar The Jakarta Post yang dimuat pada 12 November 2009 berjudul "RI As a New Middle Power?". Tulisan tersebut ditengarai mirip dengan artikel ilmiah karya Carl Ungerer, berjudul "The Middle Power Concept in Australian Foreign Policy". Tulisan itu diterbitkan pada Australian Journal of Politics and History: Volume 53, Number 4, pada tahun 2007.
Pihak rektorat Universitas Katolik Parahyangan (Unpar) menyetujui surat pengunduran diri Prof Anak Agung Banyu Perwita yang diajukannya. Banyu mengajukan surat pengunduran diri itu pada Senin 8 Februari lalu, namun baru disetujui pada Selasa 9 Februari.
No comments:
Post a Comment