Menyambut Tahun Baru China, warga Konghucu di Jambi mulai berbenah. Selain memperindah rumah dengan aneka lampion, mereka juga turut membersihkan tempat ibadah, yaitu kelenteng yang kaya akan ornamen merah dan patung-patung dewa.
Di Kelenteng Sai Che Tien, Kecamatan Jelutung, Jambi, Kamis (4/2/2010), sejumlah umat mencuci 12 patung dewa dan dewi yang terpajang di ruang utama kelenteng. Menurut Pendeta The Lian Peng, pencucian patung dewa-dewi dilakukan melalui prosesi khusus. Yang mencuci patung itu harus terlebih dahulu berdoa dan membersihkan diri. ”Hati dan pikiran harus bersih,” ujarnya.
Arak dan kain merah
Di ruang utama Kelenteng, patung Dewa Hok Hie Tee Sien yang terbesar. Di bawahnya berderet sejumlah patung dewa lainnya, seperti Hian Tien Siong, Lam Kwan Im, Kwan Seng Te Kun, Go Hu Tua Lang, dan Sam Ong Hu Tua Lang.
Untuk mencuci patung-patung itu, pendeta menggunakan arak dan kain berwarna merah. Penggunaan arak, menurut dia, sebagai sarana untuk memudahkan masuknya roh dewa ke dalam patung. Selain itu, arak dipercaya mengawetkan patung yang terbuat dari kayu tersebut. ”Pencucian harus dengan kehati-hatian,” lanjutnya.
Prosesi mencuci patung dewa tidak setiap saat dilakukan. Menurut Johan Taswin, pengurus kelenteng, pencucian hanya dua kali dalam setahun, yaitu saat Imlek dan ulang tahun dewa.
Hok Hie Tee Sien diyakini umat sebagai dewa penyembuh. Dewa tersebut diperkirakan sudah hidup sejak zaman purba. Dewa inilah yang membawa agama Konghucu pertama kali masuk ke Jambi. Masuknya agama itu ke Jambi diperkirakan sejak tahun 1920. ”Dari dataran China, patung dewa singgah ke Singapura dan akhirnya sampai di Jambi,” ujar Darmadi Tekun, Ketua Masyarakat Konghucu Indonesia Jambi.
Daerah Kumpeh di Kabupaten Muaro Jambi dipilih sebagai tempat pertamanya bersinggah setelah turun dari kapal melalui Sungai Batanghari. Warga Tionghoa terus bertambah dan makin berkembanglah persekutuan umat Konghucu.
Saat ini ada sekitar 10.000 umat Konghucu di Jambi. Sebagian dari mereka, meski menganut Konghucu, di KTP-nya tertulis beragama Buddha. ”Kalau kita lihat KTP, mereka mungkin masih Buddha, tapi mereka tetap beribadah ke kelenteng,” ujar Darmadi.
Saat ini, sebagian besar umat Konghucu tinggal di Kampung KONI, Kelurahan Talang Jauh, Kecamatan Jelutung. Di sana berdiri tiga kelenteng dengan jarak yang berdekatan. Saat Imlek nanti, umat biasanya berdoa di tiga kelenteng itu. ”Setelah berdoa di satu kelenteng, saya berdoa lagi di kelenteng lainnya. Semua kelenteng di kawasan ini saya datangi karena kelenteng terbuka untuk semua umat yang mau datang berdoa,” tuturnya. Ada pula atraksi barongsai berkeliling kampung.
Di Kelenteng Sai Che Tien, Kecamatan Jelutung, Jambi, Kamis (4/2/2010), sejumlah umat mencuci 12 patung dewa dan dewi yang terpajang di ruang utama kelenteng. Menurut Pendeta The Lian Peng, pencucian patung dewa-dewi dilakukan melalui prosesi khusus. Yang mencuci patung itu harus terlebih dahulu berdoa dan membersihkan diri. ”Hati dan pikiran harus bersih,” ujarnya.
Arak dan kain merah
Di ruang utama Kelenteng, patung Dewa Hok Hie Tee Sien yang terbesar. Di bawahnya berderet sejumlah patung dewa lainnya, seperti Hian Tien Siong, Lam Kwan Im, Kwan Seng Te Kun, Go Hu Tua Lang, dan Sam Ong Hu Tua Lang.
Untuk mencuci patung-patung itu, pendeta menggunakan arak dan kain berwarna merah. Penggunaan arak, menurut dia, sebagai sarana untuk memudahkan masuknya roh dewa ke dalam patung. Selain itu, arak dipercaya mengawetkan patung yang terbuat dari kayu tersebut. ”Pencucian harus dengan kehati-hatian,” lanjutnya.
Prosesi mencuci patung dewa tidak setiap saat dilakukan. Menurut Johan Taswin, pengurus kelenteng, pencucian hanya dua kali dalam setahun, yaitu saat Imlek dan ulang tahun dewa.
Hok Hie Tee Sien diyakini umat sebagai dewa penyembuh. Dewa tersebut diperkirakan sudah hidup sejak zaman purba. Dewa inilah yang membawa agama Konghucu pertama kali masuk ke Jambi. Masuknya agama itu ke Jambi diperkirakan sejak tahun 1920. ”Dari dataran China, patung dewa singgah ke Singapura dan akhirnya sampai di Jambi,” ujar Darmadi Tekun, Ketua Masyarakat Konghucu Indonesia Jambi.
Daerah Kumpeh di Kabupaten Muaro Jambi dipilih sebagai tempat pertamanya bersinggah setelah turun dari kapal melalui Sungai Batanghari. Warga Tionghoa terus bertambah dan makin berkembanglah persekutuan umat Konghucu.
Saat ini ada sekitar 10.000 umat Konghucu di Jambi. Sebagian dari mereka, meski menganut Konghucu, di KTP-nya tertulis beragama Buddha. ”Kalau kita lihat KTP, mereka mungkin masih Buddha, tapi mereka tetap beribadah ke kelenteng,” ujar Darmadi.
Saat ini, sebagian besar umat Konghucu tinggal di Kampung KONI, Kelurahan Talang Jauh, Kecamatan Jelutung. Di sana berdiri tiga kelenteng dengan jarak yang berdekatan. Saat Imlek nanti, umat biasanya berdoa di tiga kelenteng itu. ”Setelah berdoa di satu kelenteng, saya berdoa lagi di kelenteng lainnya. Semua kelenteng di kawasan ini saya datangi karena kelenteng terbuka untuk semua umat yang mau datang berdoa,” tuturnya. Ada pula atraksi barongsai berkeliling kampung.
No comments:
Post a Comment