Samani (43) seorang guru ngaji atau ustad asal Desa Suluk, Kecamatan Dolopo, Kabupaten Madiun, yang bekerja sebagai Tenaga Kerja Indonesia (TKI) di Malaysia, tewas setelah lehernya dililit ular piton.
Kabar kematian itu disampaikan Ruslan (41) asal Desa Sukorejo, Kecamatan Dolopo, yang juga rekan kerja korban di Kempas, Kelantan, Malaysia, Senin (1/2) pagi lalu, kepada Ny Marsini (36), adik kandung korban di Madiun. Kabar melalui telepon ini disampaikan selang satu dua jam setelah leher Ustad Samani dililit ular tersebut.
Kedatangan jenazah korban di rumah duka, sempat mengalami keterlambatan. Jenazah awalnya dijadwalkan tiba di Bandara Juanda, Kamis (4/2) sekitar pukul 09.50 WIB, namun keluarga mendapat informasi pesawat baru mendarat sekitar pukul 12.00 WIB. Sementara pihak keluarga sudah menunggu kedatangan jenazah untuk segera dimakamkan di Tempat Pemakaman Umum (TPU) desa setempat.
Suparlan (39) adik ipar korban, yang pernah bekerja di Malaysia selama dua tahun mengatakan, bahwa nyawa kakaknya itu tak dapat diselamatkan saat dalam perjalanan menuju salah satu rumah sakit di Kelantan.
Menurutnya, kejadian itu bermula saat Ustad Samani berwudu di kompleks kerja para pekerja kebun (kongsi) untuk menunaikan Shalat Subuh berjamaah, Senin (1/2). Saat berwudu itulah, Ustad Samani kejatuhan ular piton seukuran lengan orang dewasa dari salah satu pohon di dekat tempat wudu. Beberapa detik kemudian ular itu langsung melilit leher Ustad Samani serta menggigit leher bagian belakang.
“Lilitan ular piton memang mematikan. Sebab, ular piton itu tidak pernah berada di tanah,” kata Suparlan, di rumah duka, Kamis (4/2).
Hal sama diungkapkan Supri (37) adik ipar korban lainnya. Lelaki yang juga pernah bekerja di Malaysia selama 5 tahun ini menambahkan, kakak iparnya itu bekerja di Malaysia sejak 10 tahun terakhir dalam empat kali gelombang perjalanan kerja. Sebelum bekerja di Malaysia, kakaknya yang masih membujang ini sempat nyantri di Pondok Pesantren Attahdzib, Ngoro, Jombang, selama 12 tahun.
Menurutnya, kakaknya merantau ke Malaysia dan pernah bekerja di berbagai tempat antara lain di perkebunan sayur, pabrik kerupuk, petugas kebersihan, juga pernah menjadi pegawai pom bensin di negeri jiran itu.
“Selain untuk mencari rezeki sekaligus mencari jodoh, juga untuk syiar Agama Islam dengan mengajar ngaji di sana, seperti saat masih di pesantren maupun di desa ini. Namun sebelum mendapatkan jodoh, kakak sudah kena musibah ini,” kata Supri.
“Kakak saya itu memang tidak pernah meninggalkan kebiasaannya mengajar ngaji, mulai dari desa ini sampai ketika bekerja di Malaysia,” tambahnya.
Kabar kematian itu disampaikan Ruslan (41) asal Desa Sukorejo, Kecamatan Dolopo, yang juga rekan kerja korban di Kempas, Kelantan, Malaysia, Senin (1/2) pagi lalu, kepada Ny Marsini (36), adik kandung korban di Madiun. Kabar melalui telepon ini disampaikan selang satu dua jam setelah leher Ustad Samani dililit ular tersebut.
Kedatangan jenazah korban di rumah duka, sempat mengalami keterlambatan. Jenazah awalnya dijadwalkan tiba di Bandara Juanda, Kamis (4/2) sekitar pukul 09.50 WIB, namun keluarga mendapat informasi pesawat baru mendarat sekitar pukul 12.00 WIB. Sementara pihak keluarga sudah menunggu kedatangan jenazah untuk segera dimakamkan di Tempat Pemakaman Umum (TPU) desa setempat.
Suparlan (39) adik ipar korban, yang pernah bekerja di Malaysia selama dua tahun mengatakan, bahwa nyawa kakaknya itu tak dapat diselamatkan saat dalam perjalanan menuju salah satu rumah sakit di Kelantan.
Menurutnya, kejadian itu bermula saat Ustad Samani berwudu di kompleks kerja para pekerja kebun (kongsi) untuk menunaikan Shalat Subuh berjamaah, Senin (1/2). Saat berwudu itulah, Ustad Samani kejatuhan ular piton seukuran lengan orang dewasa dari salah satu pohon di dekat tempat wudu. Beberapa detik kemudian ular itu langsung melilit leher Ustad Samani serta menggigit leher bagian belakang.
“Lilitan ular piton memang mematikan. Sebab, ular piton itu tidak pernah berada di tanah,” kata Suparlan, di rumah duka, Kamis (4/2).
Hal sama diungkapkan Supri (37) adik ipar korban lainnya. Lelaki yang juga pernah bekerja di Malaysia selama 5 tahun ini menambahkan, kakak iparnya itu bekerja di Malaysia sejak 10 tahun terakhir dalam empat kali gelombang perjalanan kerja. Sebelum bekerja di Malaysia, kakaknya yang masih membujang ini sempat nyantri di Pondok Pesantren Attahdzib, Ngoro, Jombang, selama 12 tahun.
Menurutnya, kakaknya merantau ke Malaysia dan pernah bekerja di berbagai tempat antara lain di perkebunan sayur, pabrik kerupuk, petugas kebersihan, juga pernah menjadi pegawai pom bensin di negeri jiran itu.
“Selain untuk mencari rezeki sekaligus mencari jodoh, juga untuk syiar Agama Islam dengan mengajar ngaji di sana, seperti saat masih di pesantren maupun di desa ini. Namun sebelum mendapatkan jodoh, kakak sudah kena musibah ini,” kata Supri.
“Kakak saya itu memang tidak pernah meninggalkan kebiasaannya mengajar ngaji, mulai dari desa ini sampai ketika bekerja di Malaysia,” tambahnya.
No comments:
Post a Comment